Reformasi Gereja: Penyebab & Tokohnya

Memasuki era Renaisans, hubungan antara ilmu pengetahuan dan gereja memasuki babak yang baru. Filsafat dan ilmu pengetahuan semakin menjauh dari dogma-dogma gereja sehingga ilmu pengetahuan dapat membuka jalan pada metode-metode ilmiah baru dan bagi agama itu sendiri dapat memicu semangat baru dalam beragama bagi para pemeluknya.

Semua hal itu diawali dengan tiga penemuan penting pada era Renaisans yaitu kompas, senjata api dan percetakan. Kompas membuat pelayaran lebih mudah, itu berarti kompas merupakan alat dasar yang dimiliki oleh para pelayar-pelayar besar untuk menemukan sesuatu. Alat kedua adalah senjata api yang memberikan bangsa Eropa keunggulan militer atas bangsa Asia, namun walaupun kedua alat itu merupakan alat yang penting, percetakan adalah alat yang memiliki peranan tersendiri dalam Reformasi Gereja yang memaksa Gereja untuk merelakan posisi awalnya sebagai satu-satunya penyebar pengetahuan.

Penyebab Serta Kondisi Gereja Abad Pertengahan

Abad Pertengahan adalah periode antara dua zaman yang berbeda. Ungkapan Abad Pertengahan ini muncul pada masa Renaisans, nama lain yang sering kita dengar adalah Abad Kegelapan yang dianggap sebagai satu malam sepanjang seribu tahun yang tak berkesudahan dan telah mengebiri Eropa antara zaman Yunani Kuno dan Renaisans.

Pada Abad Pertengahan kondisi Gereja Katolik yang berada di Roma mengalami beberapa masalah yang terjadi, sehingga hal ini bisa dikatakan sebagai pemicu-pemicu yang menyebabkan terjadinya Reformasi Gereja yang diawali oleh Martin Luther. Misalnya adalah krisis kewibawaan Paus, merosotnya semangat untuk beragama hingga terjadinya penyelewengan terhadap wewenang Gereja.

    • Krisis Kewibawaan Paus

Krisis kewibawaan Paus ini diawali oleh terbitnya perlawanan terhadap pemerintahan Paus yang diawali oleh kekalahan dan penangkapan Paus Bonifatius VII oleh Phillips IV dari Perancis. Hal ini didasari oleh persoalan pembayaran pajak oleh para rohaniawan kepada Raja Perancis. Kejadian ini dianggap sebagai pukulan besar bagi paus yang dianggap terlalu melebih-lebihkan kekuasaannya. Bayangkan saja raja meminta anda sebagai seorang rohaniawan membayar pajak, namun sang paus memperingati anda jangan membayar pajak sebelum mendapat izin dari paus.

Selain itu juga timbul apa yang disebut Gerakan Konsiliarisme pada 1409 hingga 1460 yang mengatakan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi pada Gereja bukanlah paus melainkan konsili yang memiliki kekuasaan tertinggi sehingga terdengarlah berbagai seruan supaya Gereja harus diperbaharui dari sisi lahiriah maupun batiniah.

    • Merosotnya Semangat Beragama

Bagaimana bisa dikatakan bahwa semangat beragama mengalami kemerosotan sedangkan pada zaman Abad Pertengahan pengaruh Gereja amat kuat? Hal ini didasari pada berbagai masalah yang terkait satu sama lain dan tak dapat dipisahkan. Gereja pada abad ke-15 dianggap terlalu kaya dan terlibat dalam banyak urusan duniawi, selain itu banyak permasalahan dari aspek sosial, politik dan ekonomi yang mengubah pandangan atau pola hidup masyarakat. Contohnya Perang 100 Tahun yang melibatkan Inggris dan Perancis.

Pada abad ke-16 sendiri, Eropa banyak mendapatkan ujian yang luar biasa mulai dari bencana perang, kelaparan, penyakit pes, dan pemerasan, namun justru bagi sebagian masyarakat Eropa mulai meragukan kepercayaan akan iman, dan mempercayakannya pada takhayul, ilmu tenung, dan ahli nujum bukan semakin memperkuat iman kepercayaan mereka kepada Allah dan berserah diri agar dilindungi dan diselamatkan dari bencana tersebut.

Selain fakta diatas, Gereja di sisi lain justru terpengaruhi oleh takhayul. Penghormatan orang kudus atau suci dipengaruhi oleh takhayul dan dijadikan sebagai jimat bahkan hingga diperdagangkan. Cerita-cerita ganjil tentang orang-orang kudus atau suci lebih laris daripada isi Injil itu sendiri. Lukisan-lukisan dengan gambar menakutkan dipajang supaya banyak orang yang lebih banyak bertaubat.

    • Penyelewengan Terhadap Wewenang Gereja

Penyelewengan terhadap wewenang Gereja banyak dilakukan oleh pejabat-pejabat Gereja, termasuk paus sendiri. Para pejabat Gereja banyak melakukan praktik korupsi, ketidaksucian diri, jual-beli sakramen pengampunan dosa, memiliki gaya hidup yang hedonis, melupakan kehidupan rohani, pemungutan pajak kepada rakyat kecil, praktik nepotisme dalam pengangkatan para klerus baik imam, uskup maupun kardinal dan semacamnya.

Bisa dikatakan bahwa keluhan Gereja sangat banyak, namun yang menjadi keluhan utama adalah kekayaan Gereja. Tiap tahun Gereja selalu menuntut upeti dari para raja-raja, Gereja juga meminta bayaran dari para uskup pada waktu mereka diangkat menjadi uskup, Gereja juga memungut pajak tersendiri bagi pembangunan gereja, peperangan yang dilakukan terutama pada masa Perang Salib dan pelaksanaan berbagai pekerjaan lain.

Selain dari pemasukan yang telah dijabarkan, pemasukan Gereja juga disokong oleh indulgensi. Indulgensia meniadakan hukuman akibat dosa, dan sebagai imbalannya orang yang bertobat itu memberikan sumbangan uang tunai kepada Gereja.

Pengampunan Tuhan tergantung dari pengakuan, penyesalan, dan denda dosa. Selama Abad Pertengahan denda dosa itu sungguh berat, denda tersebut terdiri dari tindakan-tindakan seperti misalnya berpuasa selama tujuh tahun tanpa terputus dengan hanya makan roti dan minum air, atau melakukan perjalanan ziarah yang jauh dan berat. Namun, dalam perjalanan waktu selama berabad-abad, indulgensi telah berkembang menjadi suatu alat pengganti di mana dengan membayar uang menggantikan pelaksanaan perbuatan yang seharusnya menjadi denda dosa.

Tokoh Reformasi Gereja

Dari sekian banyak tokoh-tokoh yang kontra dan para tokoh reformasi terhadap kebijakan ataupun kekuasaan Gereja selama Abad Pertengahan, tiga dari banyaknya tokoh tersebut akan dibahas pada bagian ini, yaitu Martin Luther, Ulrich Zwingli dan Johannes Calvin.

Martin Luther

Five centuries on, Martin Luther should be feted as hero of liberty and  free speech | World news | The Guardian

  • Biografi Singkat

Martin Luther berasal dari keluarga petani di Thuringen, Jerman. Ayahnya bernama Hans Luther yang bekerja sebagai penggali tambang dekat Eisleben. Luther lahir ke dunia pada tanggal 10 November 1483 yang keesokan harinya dibaptiskan dengan nama Martinus. Pada 1501 Luther masuk sekolah tinggi di Erfrut, dengan harapan ayahnya bahwa Luther nanti bisa menjadi seseorang yang ahli dalam bidang hukum, dengan demikian Luther perlu memelajari ilmu filsafat untuk sekian tahun lamanya.

Dalam buku Sejarah Gereja, dikatakan bahwa ada kejadian unik yang mengkisahkan bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang dari Mansfeld ke Erfurt namun ditengah perjalanan Luther nyaris tersambar petir, karena sangat takut ia berkata “Santa Anna yang baik, tolonglah aku! Aku mau menjadi Rahib!”. Janji itu pada akhirnya ditepati sesudah ia sampai di Efrut dengan selamat dan dua minggu setelahnya Luther masuk biara ordo Eremit Augustin. Setelah itu, pemimpin-pemimpin di biara Augustin sangat memerhatikan perkembangannya, segera para pimpinan Augustin menyuruh Luther untuk menuntut ilmu teologi. Setelah itu Luther ditahbiskan menjadi imam pada 1507.

Pada tahun 1511 Luther pindah dan menetap di Wittenberg, di sanalah ia tinggal hingga ajal mendatanginya. Kepala ordonya di Saksen, Johan von Staupitz namanya memiliki peran yang besar sekali terhadap Luther, misalnya atas desakan Staupitz, Luther mencapai gelar “doktor teologi”, doktor dalam Kitab Suci. Sesudah promosinya pada tahun 1512, ia diangkat menjadi guru besar pada sekolah tinggi untuk memberi pelajaran ilmu-tafsir tentang beberapa surat Alkitab.

  • Perkembangan Pemikirannya

Ketika Luther baru saja memasukki biara Augustinus, ada satu persoalan yang menggelisahkan hatinya. Persoalan tersebut adalah sebuah pertanyaan yang berbunyi “bagaimanakah aku bisa mendapat Allah yang rahmani?”. Luther sangat takut akan hari kiamat, dan ia ingin diselamatkan. Sebab itu Luther mulai berusaha sungguh-sungguh untuk melakukan segala amalan yang mungkin di lakukan oleh manusia. Dengan tak memandang lelah ia berpuasa, berjaga pada waktu malam, menyiksa diri, berdoa dan lain-lain. Dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, Lutherlah yang paling saleh, rajin dan beramal dari semua rahib dalam biara itu. Tetapi Luther bukan mendapatkan kedamaian dan ketenteraman hati, justru Luther merasa dirinya semakin jauh dari rahmat Allah, karena ia mengerti, bahwa segala perbuatan manusia, meski sangat baik dan saleh sekalipun, tidak ber harga di hadapan Tuhan. Akhirnya Ia tidak percaya lagi bahwa segala amalan dan dosa manusia dihitung satu persatu dalam buku kas surgawi, lalu kedua jumlah debet dan kredit itu dibandingkan dengan menentukan saldo manusia, apakah ia boleh masuk surga atau harus dibuang ke dalam neraka.

Setelah persoalan diatas, Luther menyoroti perkataan paus yang menulis “orang benar akan hidup oleh iman”. Siang malam Luther mencari maksud dari arti yang paus tuliskan dengan tiba-tiba terlintas sebuah pikiran, yaitu kata Luther: “Aku mulai sadar, bahwa kebenaran Allah tidak lain daripada suatu pemberian yang dianugerahkanNya kepada manusia untuk memberi hidup yang kekal kepada nya; dan pemberian kebenaran itu harus disambut dengan iman. Injillah yang menyatakan kebenaran Allah itu, yakni kebenaran yang diterima oleh manusia, dan bukan kebenaran yang harus dikerjakannya sendiri. Dengan demikian Tuhan yang rahmani itu membenarkan kita dengan rahmat dan iman saja. Aku merasa diri seakan-akan diperanakkan pula, dan pintu Firdaus terbuka bagiku. Pandanganku terhadap seluruh Alkitab menjadi berubah sama sekali, karena mataku sudah celik sekarang.” Setelah mendapatkan pikiran tersebut, Luther telah mendapat sebuah kunci yang membuka segala harta benda Alkitab kepadanya. Kita tidak tahu dengan pasti perubahan itu terjadi pada Luther, tetapi hal itu terjadi di antara tahun 1511 dan 1514. Mulai dari waktu itu, ia memasuki suatu hidup baru yang bebas dari segala ketakutan dan kemurungan.

Pada umur 35 tahun, Luther mulai belajar bahasa Yunani dan menerjemahkan Bibel dari versi Yunani Kuno kedalam Bahasa Jerman. Ia lebih mengutamakan bahasa yang dipahami orang daripada bahasa Latin.

  •  Pertikaian Tentang Indulgensi

Penjualan Indulgensi atau surat penghapusan siksa merupakan akar penyebab dari Reformasi Gereja. Menurut Luther, orang-orang tidak membutuhkan campur tangan Gereja atau para pendeta untuk menerima ampunan tuhan. Luther menganggap ampunan tuhan tak tergantung pada pembelian ‘izin’ dari Gereja. Akibatnya pada 31 Oktober 1517 ia memakukan sehelai kertas berisi 95 dalil dalam bahasa Latin tentang penghapusan siksa di pintu Gereja-Istana Wittenburg, dengan permohonan untuk memperdebatkan pandangan yang dikemukakan dengan dalil-dalil tersebut.

Keesokan harinya banyak sekali orang masuk melalui pintu tersebut karena bertepatan dengan perayaan pesta “Segala orang Kudus” dan sudah tentu banyak ahli Teologi akan membaca undangan debat itu. Akan tetapi debat umum itu tak pernah dilangsungkan karena dalil-dalil Luther tidak hanya menjadi perkara orang pandai-pandai saja, melainkan menjadi pokok perhatian dari seluruh rakyat Jerman. Percetakan-percetakan menyebarkan dalil-dalil Luther ke mana-mana dalam waktu beberapa minggu saja.

Apakah sebabnya orang asyik mempelajari dalil itu? Di samping perhatian rohani terhadap pasal agama yang sangat penting itu, terdapat pula sudut politik yang mewarnainya. Rakyat Jerman sudah jemu menanggung pemerasan oleh pihak Italia. Barulah sekarang mereka merasa leluasa untuk menyatakan persamaannya, sebab Luther menyangkal kuasa illahi penghapusan siksa itu seraya menyadarkan jemaat Kristen tentang arti yang sesungguhnya dari penitensia atau tebusan dosa dan siksa.

  • Respon Gereja

Bagai seseorang yang kehilangan mata pencahariannya, dalam waktu singkat para penjual surat pengampunan itu kehilangan untung yang besar. Hal itu menimbulkan amarah dari pihak Gereja dan mendorong supaya Luther menarik kembali dalil-dalilnya. Namun dengan tegas Luther menolak itu sehingga Gereja menuduh Luther adalah seseorang yang sesat. Bahkan Luther diperintahkan untuk menghadap hakim-hakim di Roma dalam tempo 60 hari namun Raja Frederik III tidak akan menyerahkan Luther. Selain itu Luther juga mendapatkan ancaman dari segala arah namun itu juga yang membuat pengikut Luther semakin bertambah dan dihormati dari segala golongan dan lapisan masyarakat.

Ulrich Zwingli

  • Biografi Singkat

Ulrich Zwingli adalah seorang Swiss yang memiliki jalan hidup secara lahiriah dan batiniah sangat berbeda dari Martin Luther. Sewaktu menuntut ilmu di Wina dan Basel, pemikiran Zwingli sudah dipengaruhi oleh humanisme. Awalnya Zwingli bekerja sebagai pendeta bagi tentara-tentara Swiss. Pada 1915 Zwingli dipanggil ke kota Zurich dan menjadi pendeta yang besar di sana. Pada waktu ia sudah menjadi anak didik dari Erasmus. Sedikit gambaran tentang Erasmus, Erasmus adalah tokoh humanis yang terkenal dan merupakan seorang Belanda. Humanisme Erasmus adalah campuran pandangan-pandangan Yunani-Romawi dengan anjaran Injil, sehingga beliau disebut “Bapa aliran kekristenan yang serba bebas (liberal)”.

Zwingli wafat pada 11 Oktober 1531 di dekat kota Keppel ketika terjadi Perang Tiga Puluh Tahun. Zwingli yang tergabung dalam pasukan Protestan tewas dan mayatnya dibagi menjadi empat bagian dan dibakar habis.

  • Sepak Terjang Zwingli

Zwingli mulai memihak kepada Luther ketika perdebatannya dengan Luther di Lepizig (1519). Setelah itu, Zwingli semakin yakin dengan pandangannya bahwa pembenaran oleh iman harus menjadi pusat Injil untuk pembaruan Gereja yang sebenarnya sudah ia inginkan sejak lama, namun hal tersebut harus dikubur karena Zwingli berharap nantinya ajaran humanis akan menyerap ke seluk-beluk Gereja secara bertahap.

Pada 1520, Zwingli mulai mempropogandakan berbagai pembaharuan. Contohnya adalah melarang kebiasaan para pemuda swiss untuk memasuki dinas militer raja-raja luar negeri sebagai pasukan atau tentara sewaan. Akhirnya di tahun 1522 aktivitas yang dilakukan oleh Zwingli dilarang oleh dewan kota Zurich.

Pada 1929 di Swiss, Reformasi berkembang dengan pesat. Kanton-kanton (daerah-daerah) Bern, Basel dan beberapa lagi segera memihak kepada Reformasi, tetapi kanton-kanton lainnya tetap menganut Katolik Roma. Mula-mula kedua belah pihak berusaha menyelesaikan pertentangan keagamaan dan kebangsaan itu dalam suasana rohani, yaitu dengan memperdebatkan pokok-pokok perselisihan itu. Tetapi akhirnya kanton-kanton Katolik Roma berserikat, sehingga kanton-kanton Injili terpaksa berbuat begitu juga. Pada tahun 1529 hampir-hampir pecah perang saudara. Jadi, keadaan di Swiss menyerupai keadaan di Jerman pada saat itu, ditambah lagi suasana politik juga bertambah genting.

Rapat negara yang kedua di Speyer pada tahun 1529, yang kebanyakan anggotanya Katolik Roma memutuskan untuk melarang pengembangan dan pelaksanaan Reformasi dalam seluruh kekaisaran. Anggota-anggota yang memihak kepada Luther, yakni segolongan kecil dalam rapat itu, terus mengemukakan protes nya terhadap tindakan dan putusan itu. Oleh karena itu mereka dinamai “orang Protestan”. Pada ketika yang amat genting itu, Zwingli mencari pertolongan di Jerman, dan sebaliknya pemimpin politik dari golongan Reformasi di Jerman, Philip dari Hessen mengharapkan bantuan dari kalangan Reformasi di Swiss. Melihat jalannya kejadian-kejadian itu, maka sudah sepantasnya kedua bagian Reformasi itu dapat berserikat secara militer dan politik. Akan tetapi maksud itu tak tercapai, karena timbul perdebatan yang keras antara Swiss dan Jerman Selatan pada satu pihak dengan “golongan Wittenberg”, yakni Luther beserta para pengikutnya pada pihak lain. Pokok perselisihan itu ialah Perjamuan Kudus. Zwingli diyakinkan oleh suatu karangan dari Cornelis Hoen, seorang humanis Belanda di kota Den Haag, bahwa Perjamuan Kudus harus diartikan secara kiasan atau lambang saja. Tatkala Yesus mengatakan: “Inilah tubuhku!” maka maksud Tuhan tak lain menyatakan bahwa roti itu kiasan tubuh-Nya. Tafsiran dan keterangan ini didasarkan pada berbagai-bagai dalil Alkitab. Luther marah, karena ia sama sekali tak setuju dengan tafsiran dan ajaran itu. la mempertahankan, bahwa roti dan anggur itu benar-benar mengandung tubuh dan darah Kristus. Kristus sendiri berada dalam kedua zat itu, bukan saja secara rohani, tetapi secara badani juga. Pertengkaran antara kedua pemimpin Reformasi itu memuncak pada tahun 1527 Sebagian besar dari Jerman-Selatan menganut ajaran Perjamuan Zwingli karena pengaruh propaganda Swiss.

Bagi Luther, ini adalah sebuah penghinaan dan Luther sesungguhnya tak suka membuat serikat dengan Zwingli, namun Zwingli merasa bahwa perselisihan secara teologi itu tak boleh membatalkan perserikatan militer dan politik yang dirasa sangat perlu itu. Philip dari Hessen, yang juga berpendirian demikian, membujuk Luther untuk mengadakan perdebatan agama dengan Zwingli tentang Perjamuan Kudus. Pertemuan itu dilaksanakan di Marburg pada Oktober 1529. Luther menunjukkan banyak kesabaran dalam debat itu, ia tidak mau membicarakan tentang bagaimana Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus. Luther hanya menuntut supaya lawannya mengaku bahwa tubuh Kristus hadir dalam benda-benda itu. Namun dengan tegas Zwingli menolaknya, sehingga perserikatan itupun gagal. Luther berkata kepada Zwingli “Engkau berasal dari roh yang lain daripada kami”.

Johannes Calvin

  • Biografi Singkat

Sebagai pemberitahuan bahwa umumnya Gereja di Indonesia berasal dari cabang Reformasi yang mulai berkembang di Jenewa kecuali wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Spanyol dan Portugis dengan pemimpin yang terkenal, ialah Johannes Calvin (Calvinisme).

Johannes Calvin lahir pada 10 Juli 1509 di kota Noyon (Perancis Utara). Ayahnya adalah seorang pegawai uskup di sana, sedangkan ibunya meninggal pada saat Calvin masih muda. Calvin mendapatkan pengasuhan sebagaimana layaknya bangsawan diasuh sehingga hal itu berdampak pada sikap dan kepribadiannya. Pada 1523 Calvin masuk sekolah menengah yang menggunakan bahasa Latin di Paris Disana ia belajar dengan tekun ilmu humanisme dan ilmu scholastik. Setelah lulus darisana, Ia dipaksa oleh ayahnya untuk menuntut ilmu hukum di Orleans, namun setelah ayahnnya wafat pada 1531, ia kembali ke Paris dan mempelajari lebih dalam ajaran humanisme.

Perubahan dalam hidupnya terjadi secara tiba-tiba pada akhir tahun 1533. Dalam karangannya, Calvin berkata, “Dengan pertobatan yang tiba-tiba, Allah menaklukkan jiwaku kepada kehendakNya”. Dengan demikian, bukan lagi seorang Erasmus yang menjadi pemimpin Calvin dalam bidang teologi, melainkan Luther. Calvin lebih mengerti apa yang menjadi pokok perbedaan antaraa Erasmus dengan Luther ketimbang Zwingli.

  • Calvinisme

Bagian Pembenaran dan Predestinasi. Pertama-tama perlu kita tekankan bahwa pusat kepercayaan Calvin adalah Luther, bukan lagi seorang Erasmus apalagi Zwingli. Pada bagian pembenaran, Calvin lebih dekat dengan pendapat Luther bahwa pembenaran orang berdosa oleh karena Yesus Kristus hanyalah oleh iman saja. Sedangkan di bagian Predestinasi, Calvin lebih dekat dengan Zwingli, yaitu keyakinan bahwa hal kita percaya atau tidak percaya itu semata-mata atas takdir Allah yang kekal. Sebenarya pada bagian ini Luther pun demikian, namun pokok kepercayaan Luther masih sulit atau kurang dijelaskan oleh Luther.

Bagian Predestinasi dan Tanggung Jawab. Di bagian ini Calvin menganggap ini adalah hal yang sulit untuk dijelaskan karena itu Ia menghubungkan predestinasi dengan takdir Allah. Misalnya, bahwa segala perbuatan manusia (termasuk perbuatan dosa) dipimpin oleh Allah. Lalu dengan begitu apakah Calvin menganggap Allah adalah pokok dari dosa? dan manusia tidak bertanggung jawab atas tindak-tanduknya? Kesimpulan demikian sudah jelas sangat ditolak Calvin. Ia mengingatkan bahwa rahasia dari wujud dan perbuatan Allah tak semata-mata dapat orang pahami dengan akalnya, dengan dalil penguatan Roma 9:20. Namun Calvinisme mengakibatkan bahwa dikemudian hari teologi Calvin seringkali terlalu mengutamakan predestinasi, sehingga hal tersebut dianggap menggelapkan ajaran Alkitab tentang penawaran Injil dan tanggungjawab manusia terhadapnya.

Bagian Kehormatan Allah. Calvin mengutamakan keagungan dan kuasa Allah yang tidak terikat kepada barang apapun. Di hadapan kebesaran dan kekudusan Allah, manusia yang hina dan cemar ini hanya dapat berdiam diri dengan malu dan gentar. Oleh karena itu Calvin selalu mengemukakan “kehormatan Allah”, atau barangkali lebih tegas lagi: kemuliaan Allah. Allah adalah raja bagi yang diciptakanNya. Maksud dan tujuan segala sesuatu yang ada itu bukanlah manusia dan keselamatan manusia atau kebebasan dunia, melainkan kemuliaan Allah sendiri saja.

Bagian Kehormatan Allah dan Pengkudusan Manusia. Dari sini keluar sebuah anggapan bahwa manusia sama sekali tak berarti bagi Calvin, tetapi anggapan itu berada di level yang salah namun tak terlalu salah. Hal ini menurut Calvin karena manusia dipanggil untuk menyerahkan segenap hidupnya dan segala tenaga dan bakatnya untuk memuliakan Tuhan di mana-mana. Hanya dengan jalan demikian manusia dapat hidup berbahagia. Penyangkalan dan penyerahan diri kepada Tuhan itu memang bukan hanya berarti bahwa kita menyambut rahmat Allah dalam Kristus dengan iman yang sejati, tetapi terlebih lebih supaya kita melayani Tuhan dengan sekuat tenaga kita sesuai dengan kehendakNya.

Bagian Gereja dan Tatagereja. Luther lebih banyak meman\ndang Gereja itu secara objektif, yakni sebagai tempat yang diberikan oleh Tuhan, dimana kabar Injil tentang pembenaran manusia oleh anugerah Tuhan diberitakan di dalam khotbah dan sakramen. Manusia pertama-tama adalah pendengar Firman itu. Tetapi Calvin pun mengingat akan panggilan orang-orang percaya, sebab itu baginya Gereja Kristus bukanlah hanya tempat yang obyektif, untuk pemberitaan keselamatan, ibu dari semua orang beriman, tetapi juga secara subyektif Gereja itu menjadi persekutuan orang-orang percaya dengan Kristus dan satu sama lain, jemaat kudus hanya diperintahkan oleh Kristus yang wajib menyiarkan kehormatan dan kerajaan Tuhan di seluruh dunia.

Bagian Perjamuan Kudus. Calvin menganggap bahwa Perjamuan itu adalah pemberian Allah dan bukan suatu perbuatan pengakuan manusia. Roti dan anggur bukan hanya lambang saja, tetapi alat yang dipakai untuk memberikan tubuh dan darah Kristus yang sebenarnya kepada kita. Akan tetapi tubuh yang berada di dalam roti dan anggur adalah sebuah tubuh yang berbeda dengan tubuh yang berada di surga. Karena itu roti dan anggur itu sendiri tidak boleh dianggap sama saja dengan tubuh dan darah yang di dalam surga, melainkan harus dipandang sebagai tanda anugerah dan kasih Tuhan di dalam Yesus Kristus. Pandangan ini jelas sangat berbeda dengan pandangan realistis Luther dan bukan juga simbolis atau lambang saja yang pernah dikemukakan oleh Zwingli.

Bagian Pertikaian Kedua Tentang Perjamuan. Pada 1552, ketika ajaran Perjamuan Calvin diserang dengan hebat oleh Joachim Westphal yang menyamakan pandangan Calvin dengan ajaran Zwingi. Banyak orang di Jerman, yang suka dipandang penganut Luther yang sejati menyokong Westphal. Segera Calvin disangka oleh kaum Lutheran jadi seorang penyesat. Orang pelarian Calvinis di Jerman juga dicurigai, sehingga orang Lutheran tidak lagi mau bersahabat dengan mereka. Mula-mula Calvin berdiam diri, karena ia masih berharap supaya ajaran Perjamuannya boleh menjadi jembatan antara Reformasi Jerman dan Swiss. Tetapi harapan itu sia-sia saja, walaupun Calvin mendesak, Melanchton tak mau mendengar penjelasan Calvin dalam perselisihan itu. Barulah Calvin menjawab segala serangan itu dengan tajam dan pahit. Sekarang perpisahan antara pihak Lutheran dan Calvinis sudah sempurna. Di kemudian hari kedua bagian Reformasi itu semakin berjauhan.

Bagian Gereja dan Pemerintah. Dibandingkan Luther dan Zwingli, Calvin adalah orang yang dengan tegas membedakan kedua kekuasaan tersebut. Calvin menuntut kebebasan Gereja sepenuh-penuhnya dari negara. Tetapi karena Calvin tahu cara memisahkan Gereja dengan pemerintah, maka Calvin juga dapat menyatukannya dengan alasan bahwa pemerintah pun wajib takluk kepada pemerintahan Allah yang telah diberitakan Gereja.

Persamaan Ajaran Luther, Zwingli dan Calvin

Didalam bagian seri tokoh-tokoh Reformasi Gereja, perbedaan yang ditimbulkan hanya sedikit, yaitu bagian yang paling berbeda adalah tentang perjamuan kudus. Di bagian ini akan dituliskan tentang apa saja persamaan ajaran ketiga tokoh Reformasi Gereja ini, diantaranya:

  • Menolak otoritas dan kekuasaan Paus atas Gereja dan kekuasaan sekuler.

  • Menolak Indulgensi

  • Mengurangi sakramen, dari tujuh menjadi dua.

  • Menolak doktrin Purgatory, yaitu Suatu keadaan antara atau peralihan setelah kematian jasmani yang melaluinya mereka yang ditentukan ke Surga “menjalani pemurnian, sehingga mencapai kekudusan yang diperlukan untuk memasuki kegembiraan surga”.

  • Menolak tradisi hidup bakti atau biara-biara.

  • Menolak kewajiban selibat.

  • Menolak penggunaan dan penghormataan terhadap patung Yesus, Bunda Maria dan orang kudus serta terhadap relikui (barang-barang peninggalan atau sisa-sisa tubuh dari orang kudus atau santo-santa).

  • Sola gratia, yaitu keyakinan bahwa keselamatan merupakan anugrah dari tuhan.

  • Sola fide, keyakinan bahwa keselamatan hanya melalui iman di dalam Yesus sebagai Kristus, bukan melalui perbuatan baik.

  • Sola scriptura, keyakinan bahwa hanya Alkitab (bukan tradisi gereja atau interpretasi gerejawi terhadap Alkitab) yang dapat menjadi sumber otoritas final untuk semua orang kristen.

Dampak Reformasi Gereja Bagi Dunia dan Indonesia

  • Lahirnya Protestanisme

Reformasi yang dimulai di Jerman mengakibatkan terjadinya perpecahan atau skisma baru dalam Gereja setelah perpecahan antara Gereja Timur dan Barat pada tahun 1054. Melihat data sejarah, perpecahan seperti ini sebetulnya bukan tujuan Luther. la hanya menuntut reformasi (dan karena itu disebut reformator) bukan mendirikan Gereja sendiri dan memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Perlawanan yang kuat dari Gereja Katolik Roma (yang menganggap dalil-dalil dan ajaran Luther sesat) menanggapi tuntutan perubahan, kemudian mendorong para pengikut Luther mendirikan Gereja sendiri terlepas dari Gereja Katolik Roma. Itulah Protestanisme.

  • Menguatnya Negara dan Pemerintahan Sekuler

Salah satu gagasan pokok Reformasi Martin Luther adalah menggugat kedudukan Paus sebagai penguasa sekuler. Melalui Kekaisaran Romawi Suci, Paus membawahkan kaisar dan raja raja vassal-nya di Eropa. Menurut Luther, Paus harus mengakui kekuasaan para pangeran atau penguasa sekuler menurut prinsip prinsip kenegaraaan yang berdasarkan nasionalisme.

Karena gagasan ini pulalah, Luther memperoleh dukungan luas dari para penguasa lokal dan bangsawan. Bahkan, Calvin menghendaki adanya pemisahan yang jelas antara negara dan agama. Gagasan ini setelah Reformasi kelak melahirkan federalisme, nasionalisme, dan separatisme yang mengakibatkan Kekaisaran Romawi Suci yang dikepalai oleh Paus dan dijalankan oleh kaisar runtuh perlahan-lahan dari panggung Eropa.

  • Lahirnya Gereja Anglikan (Anglikanisme)

Reformasi Inggris adalah serangkaian peristiwa pada abad ke-16 ketika Gereja Inggris memisahkan diri dari pemerintahan Paus dan Gereja Katolik Roma. Reformasi di Inggris pada awalnya lebih berupa masalah politik ketimbang masalah teologi. Sampai saat ini, teologi Gereja Anglikan dan Gereja Katolik Roma mirip.

Berawal dari kekesalannya terhadap Gereja Katolik Roma karena tidak bersedia membatalkan pernikahannya, Henry VIII kemudian memutuskan hubungan dengan Roma dan mendirikan Gereja sendiri, Gereja Anglikan, dengan dirinya sendiri sebagai kepalanya.

Meskipun demikian, Reformasi di Inggris tidak terlepas dari keberhasilan Reformasi yang terjadi di Jerman. Keberhasilan Reformasi di Jerman ditandai dengan keberanian untuk melawan otoritas kepausan serta terciptanya negara sekuler yang lepas dari intervensi kepausan. Hal ini ikut memengaruhi Inggris juga. Hal itu tidak terlepas dari kemajuan mesin cetak yang membuat gagasan-gagasan Reformasi Jerman dengan mudah sampai ke Inggris. Konon, buku-buku berisi gagasan-gagasan Luther tersebar dengan cepat ke Inggris oleh para pedagang dan petualang.

  • Reformasi dan Demokrasi

Gagasan inti lain dari Reformasi Protestan adalah kebebasan individu atau suara hati dan kesetaraan (egalitarianism). Jangan lupakan bahwa salah satu konsep yang Luther katakan adalah kebebasan setiap individu untuk menafsirkan Kitab Suci, serta penolakan Luther atas otoritas Paus termasuk atas kekuasaan sekuler. Hal ini kemudian dipertegas lagi dalam gagasan Lutheranisme yang menyatakan bahwa otoritas pemerintah bergantung pada persetujuan dari orang-orang yang diperintah melalui proses yang dalam istilah Lutheran disebut covenant. Mengikuti Perjanjian Lama (Kitab Taurat), Luther mengatakan, “Sebagaimana hubungan antara Tuhan dan manusia terjadi melalui kehendak bebas manusia dalam suatu perjanjian (covenant), demikian juga hubungan antara pemerintah dan rakyatnya.”

Keduanya merupakan gagasan dasar dari demokrasi modern yang dirumuskan secara resmi dalam Revolusi Amerika 250 tahun kemudian. Perjuangan untuk kesetaraan tampak jelas dari kritik tajam Luther terhadap hierarki Gereja. Ia mengatakan setiap orang Kristen adalah manusia yang bebas sejak dilahirkan. Kebebasan suara hati sangat ditekankan dalam Lutheranisme. Kebebasan individu itu juga dipraktikkan dalam penafsiran terhadap Kitab Suci. Menurut Luther, setiap individu memiliki hak untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci. Pada Abad Pertengahan, kuasa untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci ada di tangan para klerus. Tidak bisa dimungkiri bahwa gagasan-gagasan ini juga merupakan produk Renaisans.

  • Reformasi, Perang 30 Tahun dan Kebebasan Beragama

Reformasi juga membawa akibat yang tidak diharapkan: kaum Katolik dan Protestan berperang satu sama lain, dalam apa yang disebut Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648). Perang tersebut terutama terjadi di Jerman dan Inggris. Meskipun demikian, perang ini juga terjadi tidak hanya karena alasan keagamaan, tetapi juga karena persaingan antara Dinasti Habsburg dan Dinasti Valois di Prancis, yang mengakibatkan terjadinya Perang Habsburg-Valois. Hal ini dapat terlihat dari fakta kaum Katolik Prancis mendukung pihak Protestan di Jerman. Perang Tiga Puluh Tahun mengakibatkan musibah kelaparan dan wabah penyakit yang sangat mengerikan.

Perang ini diakhiri Perjanjian Perdamaian Westphalia pada tahun 1648. Isi penting perjanjian adalah sebagai berikut.

  • Adanya pengakuan atas kedaulatan tiap-tiap negara atau kekuasaan nasional. Dengan kata lain, perjanjian ini meletakkan dasar penentuan nasib sendiri suatu bangsa.  
  • Adanya pengakuan atas kebebasan beragama di tiap-tiap negara. Umat Protestan dan Katolik dinyatakan setara di hadapan hukum dan aliran Protestan yang bernama Calvinisme diberikan pengakuan resmi. 
  • Adanya pengakuan atas prinsip cuius regio, eius religio yang berarti tiap negara yang berdaulat itu memutuskan sendiri agama resmi mereka. Pihannya adalah Katolisisme, Lutheranisme, dan Calvinisme. Orang yang menganut keyakinan di luar ketiga denominasi itu juga diberi kebebasan untuk menjalankan keyakinannya.
  • Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme

The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism karya terkenal dari Max Weber telah melacak dampak Protestanisme (terutama Calvinisme) terhadap kelahiran semangat kapitalisme. Bukti yang mendukung pandang Weber tentang signifikansi Protestanisme dapat ditemukan dalam kajiannya atas negara-negara dengan sistem keagamaan majemuk. Ketika menelaah negara-negara tersebut ia menemukan bahwa para pemimpin sistem ekonomi ataupun pemimpin ekonomi, pemilik modal pekerja berketerampilan tinggi dan orang-orang yang memiliki keunggulan teknis dan mendapatkan pendidikan komersial semuanya beragama Protestan. Ini menunjukkan bahwa Protestanisme merupakan sebab signifikan dalam pilihan atas penggunaan ini dan sebaliknya, bahwa agama-agama lain (misalnya, Katolik Roma) gagal menghasilkan sistem gagasan yang mendorong individu menekuni pekerjaan-pekerjaan ini.

Poin penting lainnya adalah bahwa para penganut Calvinis tidak dengan sadar menciptakan sistem kapitalis. Menurut Weber kapitalisme adalah konsekuensi tak terduga dari etika Protestan. Ini berakibat dari Calvinisme yang memiliki ujung pada Predestinasi, yaitu orang telah di takdirkan apakah termasuk ke dalam golongan orang yang diselamatkan atau di kutuk. Tidak ada yang dapat dilakukan individu atau agama secara keseluruhan untuk memengaruhi nasib ini. Namun gagasan predestinasi ini menjadikan orang merasa tidak yakin apakah mereka termasuk yang diselamatkan atau tidak. Untuk mengurangi ketidakpastian ini, Calvinis mengembangkan gagasan bahwa tanda dapat digunakan sebagai indikator apakah seseorang diselamatkan atau tidak. Orang diserukan untuk bekerja keras, karena jika mereka jeli, mereka dapat menyingkap tanda-tanda keselamatan yang dapat ditemukan dalam kesuksesan ekonomi. Singkat kata, Calvinis diserukan untuk terlibat dalam aktivitas intens dan duniawi dan menjadi “manusia pekerja”.

Kepercayaan yang kemudian mendorong orang untuk bekerja keras ataupun mendorong manusia menjadi pekerja ini yang dianggap Weber sebagai Etika Protestan, sejalan dengan hal tersebut, Weber mengemukakan bahwa konsep ini pula yang menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa.

  • Indonesia Sebagai Penerima Dampak

Portugis dan Spanyol dapat dikatakan sebagai nenek moyang ekspedisi penjelajahan samudra untuk menemukan wilayah baru di timur. Portugis juga sudah menjadi pembuka jalan untuk menemukan Kepulauan Nusantara sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Tak hanya menjelajah untuk mencari kekayaan, Spanyol dan Portugis turut mencari kejayaan dan menyebarkan agama, namun itu semua terjadi sebelum terjadinya Reformasi Gereja. Pasca Reformasi Gereja, Protestan dianggap sebagai biang atas tumbuhnya kapitalisme di Eropa, sehingga orientasi bangsa Barat terutama Belanda ke dunia timur bukan lagi untuk menyebarkan agama namun berubah menjadi hanya mencari kejayaan dan kekayaan. Ini dibuktikan dengan asumsi yang dikemukakan Max Weber bahwa orang Protestan diserukan untuk bekerja keras, karena jika mereka jeli, mereka dapat menyingkap tanda-tanda keselamatan yang dapat ditemukan dalam kesuksesan ekonomi. Singkat kata, Calvinis diserukan untuk terlibat dalam aktivitas intens dan duniawi dan menjadi “manusia pekerja”.

Awalnya di Belanda, hanya sedikit sekali yang memeluk Calvinisme, namun terjadi kenaikan pengikut hingga pada akhirnya Calvinisme dibawa ke Indonesia lewat aktivitas dagang yang dilakukan VOC. Menurut Portus (1957, hlm 16) dalam masalah perdagangan, orang Belanda memberi terlalu sedikit dan meminta terlalu banyak, sehingga pada dasarnya niat orang-orang Belanda bukan menyebarkan agama, melainkan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari perdagangan yang berujung pada penjajahan. Belum lagi kasus yang menyebut VOC memaksa pemeluk Katolik di daerah yang direbutnya dari Portugis untuk memeluk Calvinisme, sehingga menguatkan argumen bahwa memang pada dasarnya Calvinisme sangat identik dengan VOC.

Perbedaan Ortodoks, Katolik, Protestan dan Anglikan

Perbedaan Posisi dan Otoritas Paus

Umat Katolik mempercayai bahwa Paus adalah peimimpin agama Kristen yang telah diutus oleh Tuhan. Sedangkan umat Ortodoks tidak mempercayainya, dan mereka memiliki peimimpin agama yang disebut sebagai patriak. Umat Protestan beranggapan bahwa Paus tak lebihnya hanya seorang manusia yang tak luput dari kesalahan sehingga kuasa dan otoritas rohani tidak bergantung pada tangan seorang manusia saja, tetapi sepenuhnya bersandar pada Alkitab saja. Umat Anglikan tidak mengakui supremasi paus atas seluruh gereja namun umat Anglikan percaya bahwa uskup merupakan penerus para rasul di Alkitab.

 Perbedaan Dalam Sakramen Gereja

Umat Katolik mengakui 7 Sakramen, dimana ekaristi atau perjamuan kudus menjadi yang utama. Umat Ortodoks melaksanakan 7 kali beribadah dalam sehari dan para imam atau pemuka agamanya diharuskan menghadap kearah kiblat, sedangkan dalam Agama Katolik dan Kristen Protestan tidak mengenal adanya kiblat dalam berdoa dan batasan jumlah untuk beribadah dalam satu hari. Umat Protestan hanya menjalankan dua sakramen dan Umat Anglikan hanya ada dua sakramen juga yaitu perjamuan kudus dan kebaptisan air namun mereka tetap menghormati kelima sakramen lainnya, yaitu Penguatan, Pengakuan Dosa, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Pernikahan.

Perbedaan Dalam Perjamuan Kudus

Umat Anglikan dan Katolik sama-sama mempercayai bahwa dalam roti perjamuan, Yesus benar-benar hadir. Umat Protestan menganggap bahwa Yesus tidak hadir secara fisik, namun Yesus hadir secara rohani ditengah umatnya. Berbeda lagi dengan Ortodoks, umat Ortodoks menganggap dalam Perjamuan Kudus itu kita bercampur padu dengan Kristus, karena tubuh dan darahNya secara sakramental masuk kedalam diri kita, dengan demikian secara sakramental kita telah bercampur padu denganNya.

Gaya Bangunan (Gereja)

Gereja Ortodoks umumnya memiliki menara yang puncaknya berupa kubah model umbi bawang layaknya masjid di Asia dan Afrika. Pesannya pun sama, bahwa menara berkubah itu adalah obor (ajaran agama) yang menerangi dunia dari kegelapan. Gedung gereja Kristen dengan Ortodoks mirip dengan masjid. Gereja Katolik, Protestan dan Anglikan kebanyakan bergaya vertikalisme yang kerap ditunjukkan pada gaya arsitektur gotik. Gaya ini muncul pada abad pertengahan. Gaya ini berevolusi dari arsitektur romanesque dan pada akhirnya diteruskan oleh arsitektur renaissance. Arsitektur gotik sering ditemukan di katedral dan gereja-gereja Eropa.

Pernikahan

Pendeta pada Ortodoks dapat menikah dengan beberap syarat, di Gereja Katolik Roma, para imam tidak bisa menikah. Di Protestan boleh menikah, di Anglikan juga boleh menikah.


Daftar Pustaka

Berkhof, Hendrikus. 2019. Sejarah Gereja. Terjemahan oleh I.H. Enklaar. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Dimont, Max Isaac. 2018. Yahudi, Tuhan dan Sejarah. Terjemahan oleh Joko S. Kahar. Yogyakarta: IRCiSoD.

Gaarder, Jostein. 2019. Dunia Sophie. Terjemahan oleh Rahmani Astuti. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Terjemahan oleh Nurhadi. Bantul: Kreasi Wacana.

Hapsari, Ratna dan M. Adil. 2013. Sejarah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Siboro, Julius. 1996. Sejarah Australia. Bandung: Penerbit Tarsito.

Martine, Elisabeth Ramadi. 2008. “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”. Skripsi. FKIP, Pendidikan Sejarah, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

https://tirto.id/bagaimana-calvinisme-masuk-dan-berkembang-di-indonesia-fqnv

https://tuhanyesus.org/kristen-ortodoks



Komentar

Postingan Populer