Sejarah Sebagai Ilmu, Peristiwa, Kisah dan Seni.
Pada dasarnya sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lalu dengan dampak yang dapat kita rasakan hingga hari ini. Misalnya penggunaan masker dan alat pelindung diri yang digunakan pada saat penyakit PES menjadi wabah di Eropa hingga menjadi pandemi global dengan nama Plague Doctor yang mirip dengan paruh burung hingga ke perubahan bentuk masker yang kita kenal kini.
Untuk dapat memahami sejarah, ada beberapa definisi yang harus kita ketahui, yaitu sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai kisah dan sejarah sebagai seni.
- Sejarah Sebagai Ilmu
- Sejarah itu Empiris
Sebagai ilmu, sudah sangat jelas bahwa sejarah termasuk ilmu yang empiris. Empiris berasal dari bahasa Yunani empiria yang memiliki arti “pengalaman”. Kita mengetahui bahwa sejarah sangat amat berkaitan dengan pengalaman-pengalaman manusia. Pengalaman yang dialami manusia inilah yang kemudian direkam dengan hasil akhir sebuah dokumen. Dokumen-dokumen ini yang kemudian diteliti oleh sejarawan untuk menentukan fakta. Dari fakta itu yang kemudian diinterpretasi, setelah itu baru muncul apa yang dinamakan narasi sejarah.
Jadi meskipun secara teknis ada perbedaan dengan ilmu alam, namun tetap ada persamaan diantara keduanya, persamaannya meliputi pengalaman, pengamatan dan penyerapan. Dalam perbedaannya, sejarah seringkali tidak dimasukkan dalam kategori ilmiah karena bukan termasuk ilmu-ilmu alam. Padahal jika kita cermati, perbedaan antara sejarah dengan ilmu alam adalah pada objeknya bukan pada cara kerjanya. Misalnya, ilmu alam hanya mengamati benda-benda tertentu sedangkan sejarah itu mengamati manusia. Contohnya adalah ilmu alam memiliki objek fotosintesis tumbuhan sedangkan sejarah memiliki objek Reformasi 1998.
- Sejarah Memiliki Objek
Kata ‘objek’ berasal dari bahasa Latin objectus yang berarti “yang di hadapan, sasaran, tujuan”. Sejarah sering dituduh sesuatu yang tidak jelas. Biasanya sejarah dimasukkan dalam ilmu kemanusiaan karena objeknya adalah kemanusiaan. Padahal, walaupun sama-sama membicarakan tentang manusia, kajian sejarah berbeda dengan antropologi misalnya. Lebih dari segalanya, objek dari sejarah ialah waktu. Jadi, sejarah mempunyai objek tersendiri yang tidak dimiliki ilmu lain secara khusus. Kalau fisika membicarakan waktu fisik, maka sejarah membicarakan waktu manusia. Waktu dalam pandangan sejarah tak pernah lepas dari manusia, itu yang perlu dicatat. Karena itu pula soal asal mula selalu menjadi bahasa utama yang menarik dalam sejarah.
- Sejarah Memiliki Teori
Kata ‘teori’ berasal dari bahasa Yunani theoria yang berarti ‘renungan’. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain. Sejarah pun memiliki teori nya sendiri. Teori pada umumnya berisi satu kumpulan tentang kaidah pokok suatu ilmu. Misalnya ada yang namanya Teori Perkembangan Sejarah dan Masyarakat karya Karl Marx yang berisi tentang tahapan struktur masyarakat berdasarkan perkembangan ekonomi.
- Sejarah Memiliki Generalisasi
Kata ‘generalisasi’ berasal dari bahasa Latin yaitu generalis yang memiliki arti ‘umum’. Sama dengan ilmu lain, sejarah menarik kesimpulan-kesimpulan umum. Namun perlu diingat bahwa kesimpulan untuk ilmu-ilmu lain bersifat nomotetis, sementara sejarah bersifat idiografis. Generalisasi sejarah seringkali merupakan koreksi atas kesimpulan-kesimpulan ilmu lain.
- Sejarah Memiliki Metode
Kata ‘metode’ berasal dari bahasa Yunani, metohodos yang berarti cara. Dalam penelitiannya, sejarah mempunyai metode tersendiri yang menggunakan pengamatan. Kalau ternyata suatu pernyataan tidak didukug oleh bukti-bukti sejarah, maka pernyataan itu ditolak. Misalnya klaim atas Turki Utsmani yang memiliki peran krusial dalam perang Jawa.
Metode sejarah mengharuskan orang untuk berhati-hati. Dengan metode sejarah, orang tidak dapat menarik kesimpulan yang terlalu berani. Misalnya adalah dengan penelitiannya yang detail, sejarah tidak dapat menyimpulkan bahwa Sang Merah Putih telah berkibar di Indonesia selama 6000 tahun atau anggapan bahwa Indonesia telah dijajah Belanda selama 350 tahun yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan sejarah. Di dalam metode penelitiannya, sejarah memiliki beberapa tahapan, yaitu Heuristik, Verifikasi, Interpretasi dan Historiografi.
- Contoh Sejarah Sebagai Ilmu
- Teori masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
- Teori masuknya Islam ke Indonesia
- Teori masuknya nenek moyang bangsa Indonesia ke Indonesia
2. Sejarah Sebagai Peristiwa
Sejarah sebagai peristiwa dapat diartikan sebagai kejadian yang terjadi di masa lalu yang benar terjadi dengan didukung dengan data-data yang jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejarah dalam peristiwa memiliki karakteristik yang objektif, empiris dan unik.
Contoh sejarah sebagai peristiwa misalnya Perang Toyota atau Great Toyota War. Perang Toyota terjadi antara Libya dan Chad yang mengorbankan sekitar 400 pickup mobil pabrikan asal Jepang tersebut. Perang ini terjadi dikarenakan Muammar Khadafi melakukan intervensi mulai dari dukungan finansial dan militer yang signifikan untuk berbagai aksi bersenjata di Chad hingga keterlibatan skala luas angkatan bersenjata Libya untuk mengklaim wilayah Chad yaitu kota kecil bernama Oasisi Aouzou yang rumornya memiliki cadangan uranium.
3. Sejarah Sebagai Kisah
Sejarah dikatakan sebagai kisah karena sejarah adalah kejadian-kejadian pada masa lalu yang kemudian dibangun kembali. Banyak orang-orang yang mencoba menafsirkannya dan juga membangun ulang ingatan-ingatan akan kejadian masa lalu itu. Kejadian-kejadian itu kemudian disusun secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta pada masa tersebut. Kemudian fakta-fakta itu ditafsirkan dan dijelaskan secara terperinci, sehingga dapat memberi pengertian kepada kita tentang apa saja yang terjadi pada masa lalu.
Contoh sejarah sebagai kisah seperti kisah Perang Bubat yang terjadi di lapangan Bubat dengan peserta Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Majapahit yang terjadi akibat kesalahpahaman antara Patih Gajah Mada dengan Maharaja Linggabuana Wisesa.
4. Sejarah Sebagai Seni
Seni secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu karya yang memiliki nilai estetika atau keindahan yang dibuat oleh manusia untuk menggambarkan suatu ekspresi atau kreativitas. Dalam sejarah seni diperlukan untuk memperindah narasi sejarah. Jika dalam sejarah kita hanya menyajikan data-data saja, sejarah tersebut akan cenderung kaku dalam penulisannya, sebaliknya jika terlalu mementingkan aspek seni maka dikhawatirkan akan kehilangan fakta yang harus diungkap. Maka dari itu seorang sejarawan harus pandai merangkai antara pengisahan (yang mementingkan detail dan fakta-fakta) dengan kemampuan memanfaatkan intuisi dan imajinasinya sehingga dapat menyajikan peristiwa yang objektif, lancar, dan mengalir. Berikut adalah penjabaran karakteristik sejarah sebagai seni.
- Sejarah Memerlukan Intuisi
Intuisi merupakan kemampuan mengetahui dan memahami sesuatu secara langsung mengenai suatu topik yang sedang diteliti. Dalam penelitian untuk menentukan sesuatu sejarawan membutuhkan intuisi dan untuk mendapatkannya ia harus bekerja keras dengan data yang ada. Seorang sejarawan harus tetap ingat akan data-datanya, harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang terjadi sesudahnya. Namun berbeda dengan seorang pengarang, seorang pengarang akan melamun atau berjalan-jalan di taman untuk mendapatkan intuisinya, namun seorang sejarawan harus tetap berpegang pada data-data yang ia miliki.
- Sejarah Memerlukan Imajinasi
Dalam perjalanannya, sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya, apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi sesudah itu. Misalnya, seorang sejarawan ingin menulis tentang Gedoran Depok. Maka ia dituntut untuk dapat membayangkan kontur dan keadaan alam di Depok pada tahun 1945 yang dijadikan tempat persembunyian bagi para eks budak Cornelis Chastelein.
- Sejarah Memerlukan Emosi
Orang yang membaca sejarah diharuskan untuk dibuat seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu. Misalnya sejarawan ingin menuliskan tentang Pemberontakan Eureka di Ballarat Australia, kita harus bisa menuliskan bagaimana suasana pemberontakan tersebut, menuliskan bagaimana mencekamnya keadaan di Ballarat sebelum dan sesudah pemberontakan. Sehingga sejarawan diharapkan dapat menyatukan perasaan dengan objek yang akan ditulis.
- Sejarah Memerlukan Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang baik tidak berarti gaya bahasa yang penuh dengan bunga-bunga. Kadang-kadang bahasa yang luas itu lebih menarik. Gaya bahasa yang berbelit-belit dan tidak tersistematis dengan jelas merupakan bahasa yang jelek. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu seperti melukis yang naturalistis. Yang diperlukan ialah kemampuan untuk menuliskan detail.
Untuk sejarah yang masih mungkin menggunakan metode sejarah lisan, detail itu dapat ‘diciptakan’ melalui pertanyaan, sumber sejarah dapat ‘dipaksa’ bercerita menurut keinginan sejarawan. Dengan bertanya pada sebanyak-banyaknya kesaksian orang untuk hal-hal yang detail, sejarawan dapat terhindar dari kesalahan.
- Contoh Sejarah Sebagai Seni
- Relief yang berada di Candi Borobudur ataupun candi-candi yang tersebar di Indonesia.
- Novel-novel sejarah seperti karya Pramoedya Ananta Toer yang bertajuk Tetralogi Pulau Buru.
Sumber Pustaka:
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wintala Achmad, Sri. 2019. Perang Bubat (1279 Saka). Yogyakarta: Araska Publisher.
https://saripedia.wordpress.com/tag/syarat-syarat-ilmu/
https://belajargiat.id/seni/
http://www.donisetyawan.com/sejarah-sebagai-seni
https://sejarahlengkap.com/
https://medium.com/history-of-yesterday/the-great-toyota-war
Komentar