Cina: Revolusi 1911 hingga Perang Saudara
Proses Terjadinya Revolusi Cina
Dalam sejarah panjang Cina, sejarah modern Cina ditandai dengan masuknya pengaruh bangsa-bangsa asing ke Cina yang dalam prosesnya kemudian akan meruntuhkan Dinasti Manchuria atau juga sering disebut Dinasti Qing (清 朝). Dinasti Manchu yang berkuasa dari tahun 1644-1911 ini bukan berasal dari etnis Cina melainkan berasal dari kelompok asing minoritas yang akibatnya banyak sekali rakyat Cina yang merasakan kesengsaraan ketika dinasti ini berkuasa.
Selain faktor-faktor eksternal seperti perang Candu I dan II, pemberontakan-pemberontakan juga terjadi didalam negeri. Misalnya pemberontakan Tai Ping, pemberontakan Yunnan dan pemberontakan Boxer.
Pemberontakan Tai Ping
Pemberontakan Taiping Tianguo merupakan pemberontakan besar melawan dinasti Manchu yang dipimpin oleh Hong Xiuquan. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan paling dahsyat terhadap otoritas dan kekuatan Pemerintahan dinasti Manchu. Pemberontakan ini berlangsung dari tahun 1851 sampai tahun 1864 yang dilakukan oleh tentara dan pemerintah sipil yang dipimpin oleh Hong Xiuquan, kurang lebih 20 juta orang menjadi korban dari pemberontakan ini.
Mulanya Hong belajar pada seorang misionaris Kristen dari Amerika yang bernama Reverend Issachar Jacox Roberts di Guangdong selama dua bulan. Pada tahun 1847, Hong mengajukan keinginannya untuk dibaptis, tetapi ditolak karena dianggap pemahamannya tentang agama Kristen masih belum memadai. Hong merasa bahwa Tuhan telah memilihnya untuk membebaskan bangsa Cina dari penyembahan berhala. Kemudian ia mulai menyebarkan versi agama Kristen yang sesuai dengan pemahamannya kepada orang-orang di desanya. Bahkan ia mengangkat dirinya sebagai adik Nabi Isa, yang ditugaskan untuk mendirikan Kerajaan Surga di muka bumi serta mengenyahkan kekuasaan bangsa Manzu. Ia mendirikan perkumpulan Shang Di Hui (Perkumpulan Pemuja Tuhan). Dari sini menjadi jelas bahwa gerakan Hong Xiuquan berawal dari gerakan keagamaan.
Para pengikutnya awalnya terdiri dari para petani, orang miskin, kaum buruh, dan lain sebagainya. Organisasi gerakan ini merupakan hierarki yang ketat tanpa memisahkan militer, fungsi politik dan administrasi. Perkumpulan itu kemudian merusak patung-patung dewa. Perkumpulan tersebut dengan cepat menyebar dari satu provinsi ke provinsi lainnya.
Pemerintah Manzu khawatir akan perkumpulan Shang Di Hui yang semakin meluas, kemudian melarang adanya perkumpulan tersebut. Tetapi hal ini justru menyebabkan munculnya rasa nasionalisme di kalangan pengikutnya, sehingga sifat gerakan berubah menjadi anti-Manzu serta bersifat militeris. Mereka kemudian memotong kepang rambut yang diharuskan oleh dinasti Manchu, dan mengikat kepala mereka dengan kain merah. Mereka kemudian melakukan pemberontakan pertama kali secara terang-terangan pada tahun 1851 di Guangxi. Setiap hari minggu mereka beribadah sesuai dengan tradisi agama Kristen, serta memusnahkan patung-patung dewa yang mereka jumpai. Mereka memegang teguh kedisiplinan dan moralitas.
Pemberontakan Yunnan
Pemberontakan Yunnan atau Pathay (1856-1873) adalah pemberontakan yang juga dikenal orang Tionghoa sebagai Pemberontakan Du Wenxiu, adalah pemberontakan muslim Hui. Penyebabnya antara lain adalah mereka telah didiskriminasi oleh mayoritas non-muslim dan pejabat Manchu setempat karena gaya hidup mereka yang berbeda. Perselisihan mengenai hak penambangan menyebabkan pemberontakan pada tahun 1855 di bawah pimpinan Du Wenxiu. Selain memulai memimpin pemberontakan, ia juga memproklamirkan dirinya sebagai Sultan Sulayman dari sebuah kerajaan muslim dengan ibu kota di Dali (Tali).
Namun pada 1688, kerajaan yang di deklarasikan tersebut cenderung menurun. Di sisi lain dinasti Manchu telah berhasil memluhkan dirinya, hingga pada 1871, dinasti Manchu mengarahkan sebuah kampanye militer untuk menghancurkan muslim Hui di Yunnan. Kesultanan terbukti tidak stabil begitu pemerintah Kekaisaran membuat serangan terhadapnya.
Namun Sultan Sulayman sempat meminta bantuan Inggris untuk mengakui kedaulatan kerajaannya dan membantu kesultanan untuk melawan dinasti Manchu, namun Inggris menolak Inggris menolak hal itu dan menolak untuk melakukan intervensi secara militer di Yunnan melawan Manchu. Melihat tidak ada jalan keluar dan tidak ada belas kasihan dari musuhnya yang tak kenal ampun, Sultan Sulayman mencoba bunuh diri sebelum direbutnya Dali. Namun, sebelum opium yang diminumnya berpengaruh penuh, dia dipenggal oleh musuh-musuhnya.
Pasukan Manchu kemudian memulai membantai pemberontak, membunuh ribuan warga sipil, mengirim telinga yang putus dengan kepala korban mereka. Tubuh Suleyman dimakamkan di Xiadui di luar Dali. Sementara kepala Sultan diawetkan dalam madu dan dikirim ke istana di Peking sebagai saksi kemenangan Imperial Manchu atas kaum Muslim Yunnan.
Pemberontakan Boxer
Pemberontakan Boxer terjadi pada tahun 1898-1901 akibat dari kegagalan dinasti Manchu dalam mengendalikan ekonomi masyarakat dan kegagalannya mengoperasikan praktik Konfusianisme. Kegagalan dalam mengendalikan ekonomi ditandai dengan meroketnya kemiskinan melanda di daratan Cina Utara yang disebabkan oleh bencana alam hingga imperialisme asing. Sedangkan kegagalan mengoperasikan praktik Konfusianisme ditandai dengan korupsi yang terjadi secara terbuka dan besar-besaran, para pejabat menggunakan segala cara untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi dalam tubuh pemerintahan membuat perekonomian dinasti ini mengalami keterpurukan, sehingga pemerintah mengenakan pajak-pajak baru dan menariknya dengan jumlah banyak, ditambah lagi dengan agresi ekonomi dari bangsa Asing, keadaan ekonomi rakyat menjadi sangat sulit.
Uniknya pemberontakan ini tidak menargetkan pemerintahan, melainkan masyarakat asing yang berada di Cina. Serikat Boxer menyerang beberapa daerah konsesi asing di Cina, diantaranya di Shanxi, Shandong, Manchuria dan Mongolia Dalam. Daerah-daerah pemberontakan tersebut selain merupakan daerah konsesi asing, juga merupakan daerah yang terkenal dengan kegiatan misionaris yang aktif dan merupakan daerah dengan penduduk Cina penganut Kristen yang banyak. Serikat Boxer menyerang daerah konsesi asing di Cina karena serikat Boxer bertujuan untuk mengusir orang asing serta meghilangkan pengaruhnya dari Cina, karena orang asing dianggap sebagai sumber kekacauan yang terjadi di Cina. Selain bertujuan untuk mengusir orang asing, serikat Boxer juga menentang penyebaran ajaran Kristen oleh para misionaris dan turut mengecam orang Cina yang menganut Kristen.
Pada pertengahan 1900, serangan Boxer telah menyebar luas di luar pedesaan Cina utara hingga Beijing. Di kota ini, para pemberontak mengepung kedutaan asing selama 55 hari. Selain itu, di Pelabuhan Tianjin dan Taiyuan, pemberontak membantai orang-orang asing.
Mulanya, dalam menanggapi Boxer, suara dinasti Manchu terbelah: antara yang mendukung atau menumpas. Akan tetapi, kedatangan bala tentara dari negara-negara asing yang mengepung Beijing demi melindungi kedaulatan kedutaan mereka, telah mengubah keputusan Manchu akan Boxer. Oleh Tzu Hsi, janda permaisuri Manchu, Boxer diminta untuk mempertahankan wilayah Beijing dari kekuatan asing.
Keputusan besar diambil Manchu pada Juni 1900 ketika mereka mendeklarasikan perang melawan tentara-tentara asing. Boxer berada dalam daftar milisi yang mendukung Dinasti Manchu. Aliansi keduanya berandil dalam terbunuhnya perwakilan Jepang, duta besar Jerman, hingga terbakarnya Kedubes Inggris.
Untuk mengakhiri semua kekacauan yang terjadi, dibuatlah perundingan yang menghasilkan bahwa Manchu dipaksa menandatangani perjanjian ganti rugi sebesar 450 juta tael serta eksekusi terhadap mereka yang dianggap terlibat dalam pembantaian.
Tiga dari banyaknya pemberontakan itu membuat dinasti Manchu semakin lemah dan kehilangan otoritasnya sebagai pemegang kekuasaan atas daratan Cina. Belum lagi bangsa asing yang turut mengobok-obok pemerintahan dinasti Manchu. Hingga pada perjalanan pemberontakan yang terjadi di Cina muncul seorang tokoh bernama Sun Yat Sen sebagai penggagas Revolusi Cina. Sun Yat Sen hingga saat ini dikenal sebagai Bapak Nasionalis Cina.
Sepak terjang Sun Yat Sen dimulai ketika Ia bersekolah di sebuah sekolah Kristen di Honolulu, dia belajar selama lebih kurang tiga tahun lamanya. Setelah itu Sun Yat Sen ingin menempuh pendidikan kemiliteran, namun karena Ia memiliki latar belakang keluarga miskin, impian Ia pun tak bisa terwujud.
Sun Yat Sen juga adalah seorang pendiri organisasi Tongmenghui yang bertujuan untuk mengusir bangsa Manchu dan merebut kembali Cina untuk bangsa Tionghoa serta mendirikan suatu negara yang berbentuk republik. Sistem kekasiaran Cina berakhir setelah Sun Yat Sen memproklamirkan Revolusi Cina pada 1911. Namun, revolusi ini merupakan rangkaian panjang dari gerakan-gerakan revolusioner sebelumnya.
Revolusi 1911 diawali didaerah Kanton (Cina Selatan). Hal ini dikarenakan bagian Cina Selatan merupakan pusat kegiatan dagang dan pusat pertemuan antar berbagai bangsa. Hubungan dengan dunia luar pertama-tama harus melalui Kanton yang merupakan ibukota Provinsi Kwantung. Di sanalah muncul ide-ide dan paham-paham Barat yang liberal. Dari sini juga muncul tokoh-tokoh nasional salah satunya adalah Sun Yat Sen sendiri. Ia mampu menghimpun para mahasiswa Cina yang belajar di luar negeri dan kalangan progresif. Mereka bersatu dan bersama-sama ingin menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu dan mengusir Barat dengan hak-hak istimewa yang mereka ciptakan. Letak Kanton yang strategis didukung oleh penduduk yang kuat dan cerdas sehingga tidak heran jika gerakan dan anti bangsa asing yakni bangsa Barat dan Manchu berpusat di selatan negeri Cina.
Sebetulnya apabila kita runtut kejadian ini maka Revolusi Cina dimulai pada saat Cina masih berperang melawan Jepang (1894-1895). Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Sun Yat Sen untuk mengadakan gerakan dengan tujuan merebut Kanton dan dijadikan pusat revolusi. Sayangnya, usaha ini tidak berhasil. Setelah itu, ketika pemberontakan Boxer sedang berlangsung, Sun Yat Sen dan kaum revolusioner kembali menggunakan kesempatan ini untuk memberontak, sayangnya usaha ini belum juga berhasil.
Setelah mengalami dua kegagalan pada pemberontakannya, Sun berkunjung ke negara-negara Asia Tenggara untuk meminta dukungan dari orang- orang Cina yang tinggal di sana. Selama Sun berkelana, ratusan mahasiswa Cina di Tokyo dan Yokohama membentuk sejumlah kumpulan mahasiswa anti Manchu. Sun datang ke Jepang pada tahun 1905 dan langsung diundang untuk bertemu dengan para aktivis anti pemerintah Manchu. Hasil pertemuan tersebut Sun memutuskan untuk menggabungkan kekuatan dari kelompok anti Manchu lainnya di Jepang untuk masuk ke organisasi baru yaitu Tongmenghui, Sun diminta untuk menjadi ketua Tongmenghui.
Pada 9 Oktober 1911 M, kaum revolusioner harus merasakan kepahitan, karena salah satu gudang rahasia milik anggota Tungmenghui di Provinsi Hupeh meledak akibat dibom oleh tentara Manchu. Banyak dokumen rahasia dirampas dan prajurit ditangkap. Keesokan harinya, yakni pada 10 Oktober 1911. terjadi pertempuran hebat saat merebut Kota Whucang (selanjutnya dikenal dengan nama Whucang Day, Double Ten Nineteen Eleven). Dua hari kemudian 12 Oktober 1911, hampir seluruh provinsi yang berada dalam kekuasaan Dinasti Manchu berhasil direbut oleh pasukan revolusioner. Dari 18 provinsi hanya dua yang masih bisa dipertahankan oleh Dinasti Manchu, yakni Provinsi Honan dan Chihli.
Setelah kemenangan itu, Sun meninggalkan Amerika dan pergi ke Eropa. Sun berusaha meyakinkan pemerintah Inggris dan Prancis untuk mendukung revolusi di Cina. Setelah itu, Sun kembali ke Cina dan diangkat menjadi presiden pertama Republik Cina pada 1 Januari 1912. Amerika menjadi negara pertama yang mengakui pemerintahan baru tersebut.
Setelah pemerintah Cina dilantik di Nanjing, Sun menghadapi masalah sulit dalam membangun pemerintah yang bersatu dan demokratis. Pemerintah Manchu masih mengontrol Cina utara dan kaisar masih berkuasa di Beijing. Untuk dapat menyatukan negeri, Sun bernegosiasi dengan Yuan Shi-kai, komandan tentara kekaisaran Beijing. Yuan setuju bekerja sama dengan Sun untuk memaksa Kaisar turun tahta asalkan dia menjadi presiden pada pemerintahan baru. Demi persatuan Cina, Sun setuju untuk melepaskan jabatan presiden dan memberikan kepada Yuan. Pada 1 April 1912, Sun secara resmi melepaskan jabatannya. Kaisar pun turun tahta.
Pada Agustus 1912, Tongmenghui bergabung dengan beberapa partai kecil menjadi Kuo Min Tang yang merupakan kekuatan politik terbesar yang mendominasi Majelis Nasional. Yuan berusaha memperkecil ruang gerak kaum revolusioner dengan memecat pemerintah provinsi yang revolusioner. Sun memulai revolusi kedua melawan Yuan namun Sun kalah dan pergi ke Jepang. Pada akhir tahun 1915, Yuan membentuk kekaisaran dan dia menjadi kaisar. Seluruh negeri menentangnya. Satu demi satu provinsi menyatakan kemerdekaannya. Yuan mendadak meninggal pada tahun 1916.
Ketika Yuan Shi Kai menutup usianya, Ia meninggalkan kekacauan dan kesimpangsiuran perundang-undangan dan angkatan bersenjata Tentara Cina Utara. Hal tersebut dikarenakan ia belum menunjuk seseorang untuk menggantikan kedudukannya. Era 1916-1928 dikenal sebagai periode Warlordsisme yang berarti periode “jenderal perang”. Selama periode ini para warlords saling berperang untuk memperoleh pengaruh kekuasaan di Cina.
Pada saat itu, warlord berbagai daerah berebut kekuasaan dan bertarung satu sama lain, mengubah seluruh negeri menjadi medan perang. Setelah kematian Yuan, Sun kembali ke Cina melancarkan revolusi ketiga untuk memperbaiki konstitusi. Pada 1917, warlord mengundang Sun ke Kanton. Sun dipilih menjadi pemimpin pemerintah Kanton tetapi kekuasaan sebenarnya terletak pada warlord yang menguasai Guangdong dan Guangxi. Merasa dikhianati, Sun meninggalkan Kanton dan pergi ke Shanghai. Di sana, Sun mengembangkan teori politiknya. Di sisi lain, pemberontakan Bolshevik pada tahun 1917 disambut oleh para revolusioner dan intelektual Cina. Sun mengirimkan pesan ke Lenin pada 1918 menyatakan dukungannya pada pemerintah baru tersebut. Setelah itu, Adolph Joffe datang ke Cina dan menemui Sun. Pada Januari 1923, karena merasa kecewa dengan kekuasaan asing, Sun menandatangani persetujuan Sun-Joffe yang menyatakan kesediaan Uni Soviet untuk membantu Kuo Min Tang untuk mencapai tujuan revolusionernya dan mengakui bahwa sistem Soviet tidak sesuai di Cina. Walaupun menerima bantuan Uni Soviet tetapi tidak membuat Sun terpengaruh oleh doktrin komunis. Pada Oktober 1924, Komitern mengirimkan Michael Borodin. Dengan arahan Borodin Kuo Min Tang dibentuk kembali menjadi organisasi politik yang terpusat dan lebih efisien. Pada saat itu juga, Kuo Min Tang membentuk akademi militer untuk merekrut dan melatih korps professional di bawah kontrol Partai.
Di Tianjin, Sun menderita sakit. Dia diduga menderita kanker liver. Kemudian Sun dibawa ke rumahnya di Beijing. Sun meninggal pada 12 Maret 1925. Sosok Sun Yat Sen sangat dihormati baik oleh kubu nasionalis maupun komunis. Namun, cita-cintanya untuk mempersatukan Cina dalam satu pemerintahan yang demokratis belum juga tercapai. Untuk meneruskan perjuangan tersebut, maka diangkatlah Chiang Kai Shek sebagai pemimpin baru di Partai Kuo Min Tang pada 13 Mei 1925.
Chiang Kai Shek adalah penggagas sekaligus Kepala Akademi Militer Whampoa yang resmi dibuka pada Mei 1924 . Setelah resmi menjabat sebagai ketua partai, Chiang Kai Shek segera membentuk Tentara Revolusi Nasional yang anggotanya direkrut dari kelompok inti Akademi Militer Whampoa. Sebagai penerus cita-cita dari Sun Yat Sen, Chiang Kai Shek sangat bersungguh-sungguh dalam usaha mewujudkan cita-cita tersebut. Hal ini ia buktikan pada awal kekuasaannya di mana ia telah berhasil membangun angkatan perang Cina yang kuat.
Selama pemerintahannya, pada tahun 1928 Chiang Kai Shek bekerja sama dengan Partai Komunis Cina (selanjutnya disingkat PKC) berhasil menaklukan para warlords, dan selanjutnya menyatukan seluruh Cina di bawah pemerintahan Kuo Min Tang melalui Ekspedisi Utara pada 1926-1928. Pada awalnya ada persatuan yang erat dalam kerjasama antara Partai Kuo Min Tang dengan PKC. Berkat kerjasama dan persatuan yang erat tersebut, Chiang Kai Shek berhasil mengalahkan para warlords dan berhasil merebut Shanghai dan Nangking. Kemudian, dalam waktu lebih kurang dua tahun, Chang Kai Shek berhasil menghancurkan jenderal-jenderal utara dan dapat merebut Kota Peking.
Persatuan yang erat tersebut tidak berlangsung lama, karena pada 1927 terjadi perselisihan di antara Partai Nasionalis Cina dan PKC. Kaum komunis menginginkan adanya pembagian wilayah kepada petani di daerah-daerah yang telah direbut, tetapi Chiang Kai Shek tidak menginginkan hal tersebut. Untuk mencegah terjadinya perpecahan, maka diadakan pertemuan antara wakil dari masing-masing partai. Dalam pertemuan itu tidak ditemukan kata sepakat. Mereka saling mencurigai dan menuduh bahwa masing- masing pihak berkeinginan untuk memperkuat kedudukan mereka dan mencari keuntungan sendiri. Karena tidak ada kesepakatan bersama, mulailah terjadi ketegangan dalam hubungan mereka.
Pada 1931 Jepang menyerang wilayah Mancuria dan berhasil mendudukinya. Selanjutnya, perang antara Cina dengan Jepang kembali terjadi pada tahun 1937-1945. Melihat Jepang kembali menduduki salah satu wilayah Cina, kaum nasionalis kembali bersatu dengan kaum komunis guna mengusir Jepang dari wilayah Mancuria, apalagi setelah terjadinya Insiden Xian. Dalam waktu singkat Jepang berhasil menduduki seluruh pantai timur Cina, termasuk Ibukota Nangking yang sebelumnya telah berhasil Chiang Kai Shek rebut dari kelompok warlords.
Dengan jatuhnya Ibukota Nangking yang pusat pemerintahannya dipindahkan ke Hankow, semangat nasionalisme kembali berkobar di seluruh lapisan masyarakat Cina. Pada perang Cina-Jepang sebelumnya (1894-1895), kali ini Jepang tidak hanya berhadapan dengan para pemegang kekuasaan di Cina, tetapi Jepang harus berhadapan dengan seluruh rakyat Cina. Selain itu, Jepang juga sedang menghadapi negara-negara Barat dalam Perang Dunia II yang bersamaan dengan perang Cina-Jepang. Keadaan tersebut membuat Jepang tidak sanggup lagi bergerak untuk menguasai seluruh daratan Cina. Akhirnya, pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada tentara Sekutu sekaligus berakhinya Perang Dunia II, hal ini juga berarti Cina menang atas Jepang.
Meskipun telah mengalami kemenangan atas perang dengan Jepang, hubungan antara kaum nasionalis dengan kaum komunis ternyata tetap dalam keadaan buruk. Pemberontakan terjadi untuk menentang kekuasaan Chiang Kai Shek yang dianggap tidak sepenuhnya memegang prinsip San Min Chu I sebagaimana yang diamantkan oleh Sun Yat Sen. Chiang Kai Shek juga memerintah dengan cara diktator sehingga kaum tani dan intelek memihak pada komunis. Akhirnya, kekuasaan Chiang Kai Shek mampu digulingkan oleh kaum komunis. Setelah partai Kuo Min Tang dan jatuhnya Chiang Kai Shek, pada 1 Oktober 1949 diproklamasikanlah berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC) yang beribukota di Beijing. Bendera Cina pun diganti menjadi merah dengan empat bintang kecil berwarna kuning di pojok atas.
Sumber Pustaka
Agung, Leo. 2007. Sejarah Asia Timur 1. Surakarta: UNS Press.
Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Putri, Irena. 2016. Pemberontakan Boxer Sebagai Pemberontakan Religius. Makalah Non-Seminar. Depok: Universitas Indonesia.
Danyati, Rana. 2012. Pengaruh Pemberontakan Taiping (1851-1864) Terhadap Sosiologis Dan Politis Pemerintahan Dinasti Qing. Jurnal Pariwisata dan Budaya. 3(2): 1-7.
Faridha, Riedha dan Nor Huda Ali. 2015. Islam di Cina pada Masa Pemerintahan Republik Nasionalis, 1911-1949. Jurnal Tamaddun. 29(2): 1-38.
Mansor, Suffian dkk. 2017. Permasalahan Kuo Min Tang Dalam Politik China, 1911-1949: Satu Tinjauan Umum. Malaysian Journal of History. 44(2): 73-93.
https://tirto.id/pemberontakan-boxer-sentimen-anti-asing-yang-bikin-cina-gelagapan-ehBF
https://tirto.id/akhir-hayat-puyi-kaisar-terakhir-cina-mati-sebagai-komunis-cywh
https://historia.id/politik/articles/pu-yi-kaisar-tanpa-titah-6mKxv/page/1
Komentar