Latar Belakang & Pemicu Perang Dunia I

Sejarah Eropa Modern ditandai dengan pecahnya Perang Dunia I di daratan Eropa pada 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918. Perang Dunia Pertama ini dipicu oleh terbunuhnya pewaris takhta Austria-Hungaria, Franz Ferdinand di Sarajevo, Bosnia pada 28 Juni 1914 oleh Gavrilo Princip, seorang nasionalis Serbia yang berusaha untuk menekan pengaruh kekaisaran tersebut di daerah Balkan.

Kekaisaran Austria-Hungaria yakin bahwa dibalik tragedi pembunuhan ini, Serbia berada dibaliknya, sehingga kekaisaran Austria-Hungaria menyatakan perang terhadap Serbia. Di pihak lain, Rusia sebagai sekutu mesra Serbia tak terima, maka Rusia ikut menyatakan perang terhadap kekaisaran Austria-Hungaria. Italia awalnya tidak berkomentar dengan perang ini walaupun Italia adalah sekutu dari Austria-Hungaria, namun Italia akhirnya ikut bergabung ke dalam perang ini untuk melawan Serbia. Jerman yang bersekutu dengan Austria-Hungaria membuat persekutuan dengan Austria-Hungaria untuk melawan duet Rusia-Serbia yang didukung oleh Perancis dan Inggris. Amerika yang nun jauh di sana awalnya netral, namun Amerika akhirnya bergabung pada 1917 untuk melawan Jerman.

Lalu bagaimana pada akhirnya sebuah tragedi pembunuhan pewaris takhta kekaisaran Austria-Hungaria dapat membuat sebuah perang yang luar biasa dalam sejarah? Maka dari itu kita harus terlebih dahulu melihat kondisi sospol Eropa sebelum Perang Dunia I tersebut.

Kondisi Sosial Politik Eropa Sebelum Perang Dunia I

Pan-nasionalisme Slavia dan Keamanan Austria

Di Eropa Timur terutama di Balkan, terdapat tiga kekaisaran besar yang berkuasa di sana, yaitu kekaisaran Rusia, kekaisaran Austria dan kekaisaran Ottoman. Penyebab pan-nasionalisme bangsa Slav ini muncul ketika kekuasaan Ottoman yang wilayah kekuasaannya terluas di Balkan mulai berangsur-angsur surut. Hal ini merupakan salah satu kesempatan emas untuk Austria memainkan pengaruhnya dengan menganeksasi wilayah Bosnia-Herzegovina.

Selain terdiri dari tiga kekaisaran, wilayah Balkan ini juga terdiri dari beberapa kelompok etnis, yaitu Bangsa Slavia, Latin, Yunani, Albanian, Turki, Romania dan Ashkali yang memiliki usaha untuk lepas dari pengaruh-pengaruh tiga kekaisaran tersebut.

Dalam perjalanan waktu, terlihat bahwa bangsa Slav yang paling militan untuk merdekakan diri dan ingin membangun peradaban bangsa Slav yang besar di Serbia. Menyusul pergantian dinasti pada tahun 1903, pemimpin Serbia yang sangat agresif Nicholas Pashich mengadopsi secara terang-terangan akan anti-Austria. Pada saat yang sama, dia mempromosikan pan-nasionalisme Slavia (pan-Slavism) yaitu visi bahwa bangsa Slavia pada suatu hari nanti akan bersatu di bawah satu bangsa. Selain itu, Serbia tidak akan mengekang kegiatan-kegiatan rahasia anti-Austria.

Nicholas Pashich

Dengan sikap keras yang ditunjukkan oleh pemimpin Serbia tersebut, kekaisaran Austria membuat kebijakan untuk mengekang aksi-aksi pan-Slavism itu, seperti menghambat tarif terhadap ekspor daging dari Serbia ke Austria, membangun rel kereta api ke selatan hingga Laut Agea untuk mengisolasi Serbia hingga menganeksasi Bosnia-Herzegovina sehingga keduanya tak pernah bisa menjadi bagian dari negara Slavia.

Serbia yang geram dengan aneksasi yang dilakukan oleh Austria-Hungaria itu menuntut sekutunya, Rusia, untuk melakukan sesuatu. Rusia akhirnya ikut berperang bersama Serbia untuk melawan Austria. Alasannya sangat kompleks, seperti:

  • Kuatnya tekanan para petinggi militer Rusia yang ambisius terhadap Tsar Nicholas II,
  • Adanya tekanan Serbia yang menganggap Rusia sebagai sekutu utama bangsa Slavia, 
  • Adanya taktik rezim Tsar untuk mengalihkan perhatian bangsa Rusia dari krisis ekonomi dalam negeri, dan 
  • Keinginan untuk membuktikan kekuatan militer Rusia setelah kalah perang dari Jepang pada tahun 1905.
Selain dari fakta di atas, nasionalisme Serbia semakin membara ketika melihat kemenangan Liga Balkan (terdiri dari negara Yunani, Serbia, Montenegro, Bulgaria) dari kekaisaran Ottoman pada 1912.

Imperialisme

Sejak melemahnya pengaruh Kekaisaran Ottoman di wilayah Balkan, Austria-Hungaria berambisi menganeksasi Serbia-Bosnia. Secara ekonomi, misalnya, wilayah Balkan Barat yang meliputi Kroasia, Serbia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Kosovo, Makedonia, dan Albania memiliki banyak sumber daya alam serta merupakan pasar potensial. Selain itu, wilayah ini juga memiliki wilayah pantai yang strategis yang langsung menghadap ke Laut Adriatik. Penguasaan atas wilayah-wilayah pantai ini sangat memudahkan akses perdagangan langsung ke Mediterania dan selanjutnya ke Italia. Yunani, Afrika, dan Timur Tengah. Dengan posisi strategis semacam itu. Austria-Hungaria tidak rela wilayah Balkan dikuasai oleh Rusia ataupun negara-negara lainnya.

Nasionalisme Jerman (Panjermanisme)

Panjermanisme (Jerman: Pangermanismus) adalah sebuah gagasan dan gerakan politik yang bercita-cita menyatukan semua negara kecil berbahasa Jerman menjadi sebuah negara besar di bawah pimpinan Kerajaan Prusia. Otto von Bismarck, Perdana Menteri pertama Prusia, berambisi mewujudkan cita-cita tersebut.

Otto von Bismarck
Namun, untuk itu, von Bismarck harus menghadapi tantangan pertama dari Kekaisaran Austria. Sejak tahun 1815, Kekaisaran Austria melalui Kongres Vienna telah lebih dulu berhasil menyatukan 39 negara kecil berbahasa Jerman yang terletak di utara Prusia ke dalam sebuah konfederasi yang juga disebut Konfederasi Jerman (Jerman: Deutscher Bund). Prusia ikut juga menjadi anggotanya. Pemimpin konfederasi adalah Austria, yang dipilih karena dianggap sebagai penerus Kekaisaran Romawi Suci yang telah dibubarkan pada tahun 1806. Dalam konfederasi ini, Prusia ikut bergabung. Negara-negara kecil lain yang tergabung di antaranya Luksemburg, Liechtenstein, Netherlands (Provinsi Limburg), Republik Ceko, Slovenia, sebagian Polandia, dan wilayah berbahasa Jerman di Belgia.

Setelah berhasil menguasai wilayah itu melalui jalan perang, yaitu Perang Tujuh Minggu, oleh Jerman, negara-negara kecil itu diberi nama baru karena berada di bawah konfederasi yang baru dengan nama Konfederasi Jerman Utara., Bismarck berambisi melakukan hal serupa dengan negara-negara berbahasa Jerman lain di selatan Prusia. Untuk itu, ia harus berhadapan dengan Perancis, yang selama ini mengendalikan wilayah-wilayah tersebut. Pada 19 Juli 1870, perang pecah antara Jerman dan Perancis. Napoleon III menyerah pada Januari 1871. Sebagai hasil dari perang, Prussia ikut menganeksasi wilayah Alsace dan Lorraine. Selanjutnya, atas peran Bismarck, pada tahun 1871 negara-negara di selatan Jerman ditambah dengan Alsace-Lorraine bergabung dalam konfederasi dengan nama baru, yaitu Kekaisaran Jerman (Deutsches Reich).

Itu salah satu alasan kenapa Perancis pada akhirnya ikut ke dalam PD I karena ingin merebut kembali wilayah Alsace dan Lorraine.

Politik Aliansi

Politik aliansi ini umumnya bersifat militer, di mana pihak-pihak yang bersepakat beraliansi berjanji saling melindungi atau mendukung jika salah satu pihak diserang oleh negara lain. Misalnya ketika Bismarck telah berhasil menguasai wilayah Alsace dan Lorraine, Bismarck langsung menjalin aliansi dengan negara-negara yang kemungkinan akan diajak beraliansi oleh Perancis, maka dari itu Bismarck mengajak Austria-Hungaria untuk beraliansi dan Rusia, namun Rusia undur diri dari kesepakatan itu karena tidak sepaham atas kebijakan di Balkan.

Dual Alliance dibentuk pada 1879 dengan anggota Jerman dan Austria-Hungaria dengan kesepakatan bahwa akan saling membantu atau setidaknya netral jika sewaktu-waktu Rusia menyerang salah satu dari mereka. Lalu ada Triple Alliance yang dibentuk pada 1882. Jerman dan Austria-Hungaria berjanji membantu Italia jika diserang Perancis, sebaliknya Italia membantu Jerman atau Austria-Hungaria jika Perancis mendeklarasikan perang terhadap salah satu dari mereka. Pengecualian berlaku jika salah satu dari ketiganya melancarkan perang yang bersifat preventif terhadap negara lain. Dalam hal itu, dua negara lainnya netral.

Italia juga sempat menandatangani perjanjian secara rahasia dengan Perancis karena Italia menganggap bahwa Triple Alliance tidak memiliki manfaat. Isi dari perjanjian itu adalah seandainya Jerman menyerang Perancis, Italia akan bersikap netral.

Sementara itu, menyadari pentingnya menjalin aliansi dengan Rusia, Bismarck pada tahun 1887, mengikat diri dalam Perjanjian Reasuransi (Reinsurance Treaty) dengan Rusia. Intinya ialah dalam hal salah satu pihak terlibat perang dengan negara lain (pihak ketiga) entah yang bersifat ofensif ataupun defensif, salah satu pihak akan tetap netral. Akan tetapi, jika pihak ketiga itu adalah Perancis, Rusia tidak wajib membantu. Sama halnya apabila Rusia terlibat perang dengan Austria-Hungaria, Jerman tidak wajib membantu Rusia. Sasaran Bismarck sesungguhnya adalah menghindari perang melawan dua negara sekaligus, yakni Perancis dan Rusia. Pada tahun 1890, di bawah Tsar Nicholas II, Rusia keluar dari Reinsurance Treaty. Pada tahun yang sama, Kaisar Jerman Wilhelm II (cucu Wilhelm I dan anak dari Friedrich III), memberhentikan Bismarck dari jabatannya sebagai kanselir. 

Pada tahun 1891, setahun setelah keluar dari Perjanjian Reasuransi, Rusia menandatangani perjanjian aliansi dengan Perancis. Kedua negara sepakat untuk saling berkonsultasi apabila salah satu pihak terlibat perang dengan negara lain atau stabilitas Eropa terancam. Perjanjian yang agak longgar ini kemudian diperkuat pada tahun 1892, melalui Konvensi Militer Perancis-Rusia. Kali ini, kedua negara secara tegas menyatakan akan membantu satu sama lain secara militer jika diserang oleh Triple Alliance secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri.

Perlombaan Senjata dan Persaingan Politik Ekonomi

Pada periode 1890-an, angkatan bersenjata Perancis, Jerman. Austria-Hungaria, dan Rusia tidak memiliki tandingannya di seantero jagat. Muncul persaingan dan perlombaan senjata di antara mereka, yang tidak lain dilatarbelakangi persaingan politik dan ekonomi. 

Pertama, Jerman merasa bahwa ancaman terbesar yang akan menghambat kepentingan ekonomi dan politiknya adalah Kerajaan Inggris. Pada tahun 1900 saja, Inggris telah menguasai seperempat dunia. Negara-negara, seperti Kanada, Afrika Selatan, Mesir Australia, dan Selandia Baru dikuasai oleh Inggris. Ratu Victoria bahkan dinobatkan sebagai Kaisar India. Sejarah mencatat, Inggris mendulang banyak kekayaan dari wilayah-wilayah koloninya yang luas itu. Hal itu tidak terlepas dari kekuatan militernya, terutama angkatan laut. Jerman juga ingin seperti Inggris. Namun, untuk itu, Jerman harus setangguh dan sekuat Inggris dalam teknologi persenjataan.

Kedua, pasca penyatuan dan pendirian kekaisaran pada tahun 1871, kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat. Sejak pertengahan 1890-an, pemerintahan Wilhelm II menggunakan sebagian berkah dari kemajuan industri ini untuk membangun Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman) yang kuat agar dapat menandingi supremasi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya di dunia. Laksamana Alfred von Tirpitz (1849-1930) yang ditugaskan untuk mengemban misi besar ini. Di sisi lain, Inggris tidak bisa menerima bahwa Jerman juga berambisi membentuk angkatan laut yang besar. Langkah Jerman dinilai sebagai bentuk provokasi serta mengancam angkatan laut Inggris. Alasan Inggris adalah Jerman negara daratan (bukan negara kepulauan seperti Inggris) dan karena itu tidak masuk akal bahwa Jerman membangun kekuatan angkatan laut yang besar.

Hal itu mendorong Inggris untuk menandatangani Entente Cordiale dengan Perancis (Second Entente). Kendati tidak berkomitmen memberikan bantuan militer jika salah satu pihak diserang mereka bersepakat menjalin kerja sama diplomatik lebih dekat. Pada tahun 1907, Rusia membentuk Triple Entente (yang berakhir sampai berakhirnya Perang Dunia I) dengan menandatangani perjanjian dengan Inggris, The Anglo-Russian Entente. Entente antara Inggris dan Rusia ini pun tidak mencakup bantuan militer. Kendati demikian, kedua entente tersebut menjadi basis bagi tiap pihak untuk melakukan ‘kewajiban moral’ jika salah satu pihak diserang oleh negara lain. 

Pada tahun 1912, Inggris dan Perancis benar-benar menjalin kesepakatan militer, melalui Konvensi Angkatan Laut Anglo-Perancis, di mana Inggris berjanji melindungi wilayah pantai Perancis jika diserang angkatan laut Jerman, dan Perancis berkomitmen mempertahankan Terusan Suez dari invasi Jerman. Dengan kondisi Eropa yang terpecah-pecah ke dalam aliansi-aliansi, maka hanya dibutuhkan satu insiden untuk memicu terjadinya sebuah perang besar: yaitu pembunuhan Franz Ferdinand.

Pemicu Perang Dunia I

Terbunuhnya Pangeran Franz Ferdinand dari Austria-Hungaria

Di 28 Juni 1914, Pangeran Franz Ferdinand dari Austria yang disertai istrinya, Sophie, mengunjungi Sarajevo untuk meresmikan sebuah rumah sakit baru selepas wilayah Bosnia-Herzegovina dianeksasi.

Pangeran Franz Ferdinand dan Sophie

Tujuh konspirator, yang diyakini sebagai anggota Young Bosnia (yang mencakup Black Hand), ditempatkan di sepanjang rute yang akan dilalui. Para konspirator menentang aneksasi Austria terhadap Bosnia-Herzegovina pada tahun 1908 dan berkomitmen memerdekakan bangsa Slavia selatan dari Austria-Hungaria. Mereka diinstruksikan untuk membunuh Ferdinand ketika mobil kerajaan mencapai posisi yang diinginkan.

Percobaan pembunuhan pertama dilakukan dengan melemparkan granat ke arah mobil Ferdinand, namun granat tersebut tertunda 10 detik sehingga meleset di bawah roda mobil ketiga. Mengetahui aksinya gagal, pelaku kemudian meminum pil sianida dan menenggelamkan diri ke sungai. Sayang sangat disayang, pilnya hanya membuat Ia sakit dan kedalaman sungai hanya 5 inci. Setelah itu dia diangkat oleh pihak kepolisian.

Setelah itu, iring-iringan Ferdinand menuju ke senat negara, dilain sisi diketahui bahwa Franz sangat marah kepada pejabat setempat dengan mengeluarkan statement “Jadi, Anda menyambut tamu dengan bom!”.

Gavrilo Princip

Setelah itu, mobil iring-iringan, termasuk mobil Ferdinand, menuju rumah sakit untuk menjenguk korban-korban yang terluka. Guna menghindari pusat kota, diputuskan mobil kerajaan harus berjalan lurus sepanjang Appel Quay ke Rumah Sakit Sarajevo. Namun, keputusan tentang perubahan arah ini lupa diinformasikan kepada pengemudi. Dalam perjalanan, pengemudi langsung belok kanan sebelum Appel Quay. Salah seorang konspirator, Gavrilo Princip, yang sedang berdiri di dekat toko makanan Moritz Schiller sisi utara Latin Bridge, tampak sudah menyerah ketika ia melihat mobil Franz Ferdinand. Baru pada saat ini pengemudi diberitahu arah yang seharusnya. Ia pun mengerem dan mundur, namun sayangnya mobil mogok dan roda gigi terkunci. Princip mendapat kesempatan emas. Ia melangkah maju, menarik pistol model 1910 dari balik bajunya, memukul pejalan kaki di dekatnya dengan pistol itu, dan pada jarak sekitar lima kaki menembak dua kali ke dalam mobil kerajaan itu. Franz Ferdinand tertembak di leher dan Sophie di perut. Dalam sekejap, keduanya mangkat. Princip juga mencoba bunuh diri dengan menenggak sianida. Namun, sebagaimana rekan-rekan komplotannya yang lain, sianida itu hanya membuat dirinya sakit.

Pistol Model 1910

Krisis Juli

Pemerintah Austria-Hungaria menuduh bahwa Princip dan komplotannya tidak berjalan sendiri, tetapi didukung penuh oleh Kerajaan Serbia atau setidaknya beberapa anggota kabinet dan komandan militer Kerajaan Serbia yang mengetahui rencana serangan itu. Oleh karena itu, Austria-Hungaria kemudian menggunakan peristiwa ini sebagai kesempatan untuk mengendalikan Serbia secara definitif. Mereka berencana mengobarkan perang terbatas dengan Serbia seraya berusaha agar negara-negara lain, khususnya Rusia (sekutu Serbia), tetap bersikap netral. Untuk menjamin netralitas Rusia, Austria-Hungaria memerlukan bantuan Jerman. Kesediaan Jerman untuk membantu Austria-Hungaria diyakini akan membuat Rusia gentar dan mengambil jarak.

Dalam surat pribadinya kepada Kaisar Wilhelm II, Franz Joseph secara resmi meminta dukungan Jerman, Jerman bersedia.

Pada 23 Juli 1914, Austria-Hungaria, atas desakan Wilhelm II mengeluarkan ultimatum kepada menteri luar negeri Serbia agar dalam waktu 48 jam memenuhi 10 permintaan yang diajukan. Kesepuluh permintaan itu sengaja dibuat tidak masuk akal agar ada alasan untuk memulai perang dengan Serbia. Mereka diharuskan misalnya, membersihkan semua organisasi teroris yang beroperasi di Serbia serta melarang semua bentuk propaganda anti-Austria. Austria-Hungaria juga menuntut agar Serbia memecat semua pejabat dan perwira militer yang dipilih oleh Austria. Tuntutan lainnya adalah Serbia menerima partisipasi Austria-Hungaria dalam investigasi internal pembunuhan itu.

Belgrade

Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan itu. Salah satu permintaan yang ditolak adalah mengizinkan Austria-Hungaria berpartisipasi dalam investigasi terhadap pembunuhan Ferdinand. Bagi Serbia, permintaan ini menyinggung kedaulatannya. Dengan alasan tersebut pada 28 Juli 1914, Austria-Hungaria menyatakan perang terhadap Serbia dan memobilisasi pasukannya. Inggris mengajukan diri sebagai mediator untuk menengahi krisis itu, tetapi Jerman menolak mentah-mentah. Austria-Hungaria dan Jerman menginginkan perang. Keesokan harinya, mereka mulai menembaki Belgrade atau Beograd.

Schlieffen Plan

Rencana Schlieffen, nama yang diberi sesuai dengan nama pencetusnya, Alfred von Schlieffen. kepala staf angkatan bersenjata Jerman dari 1891-1905. Menurut rencana tersebut, tujuh perdelapan dari total kekuatan Jerman disiapkan untuk serangan total atau habis-habisan di front bara melawan Perancis. Guna mengepung benteng-benteng perbatasan Perancis, pasukan Jerman akan melakukan gerakan melingkar besar besaran, dengan konsekuensi memasuki wilayah Luksemburg dan Belgia yang netral.

Alfred von Schlieffen

Rencana itu menekankan pentingnya para perencana militer menetapkan jadwal. Pada hari ke-2, pasukan Jerman akan mencapai perbatasan-perbatasan Perancis. Pada hari ke-31, pasukan Jerman akan berada di Sungai Somme dan Sungai Meuse, dan kemudian sayap kanan pasukan akan mengepung Paris begitu rupa sehingga menggiring tentara Prancis ke arah sayap kiri pasukan Jerman yang datang dari arah Alsace-Lorraine. Gerakan menjepit setengah lingkaran besar ini akan melumpuhkan dan menghancurkan pasukan Prancis. Semuanya akan berakhir dalam empat puluh dua hari. Setelah itu, tentara Jerman akan naik kereta dan menuju ke front timur untuk menghadapi Rusia. Rencana ini diketahui oleh Belgia, negara yang selama ini menyatakan diri netral dalam setiap konflik antarnegara di Eropa. Merasa wilayahnya akan dijadikan basis oleh Jerman untuk mengepung Prancis, Belgia melakukan mobilisasi sebagai persiapan menghadapi agresi Jerman. Pada 2 Agustus, Jerman mengultimatum Belgia, “Izinkan Jerman untuk masuk ke Belgia atau akan diinvasi juga.” Belgia menolak, dan pada 4 Agustus 1914 Jerman menginvasi Belgia.

Begitu kiranya latar belakang dan pemicu Perang Dunia I yang menghabiskan banyak sekali korban dan membuat dampak disegala lini kehidupan.


Sumber: 

Djaja, Wahjudi. 2020. Sejarah Eropa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Hapsari, Ratna dan M. Adil. 2013. Sejarah. Jakarta: Penerbit Erlangga.



Komentar

Postingan Populer